Selasa, 14 Desember 2010
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Artikel ini sudah memiliki daftar catatan kaki, bacaan terkait atau pranala luar, tapi sumbernya masih belum jelas karena tak memiliki kutipan pada kalimat. Mohon tingkatkan kualitas artikel ini dengan memasukkan rujukan yang lebih mendetil bila perlu.
Artikel ini adalah tentang Imam Mahdi menurut Islam Sunni. Artikel lain menurut pandangan Islam Syi'ah ialah artikel Muhammad al-Mahdi.
Imam Mahdī (Arab الإمام المهدي, Muhammad al-Mahdī, Mehdi; "Seseorang yang memandu") adalah seorang muslim berusia muda yang akan dipilih oleh Allah untuk menghancurkan semua kezaliman dan menegakkan keadilan di muka bumi sebelum datangnya hari kiamat.
Hal ini diterangkan dalam sebuah hadist nabi yang diriwayatkan oleh Thabrani.
Telah bersabda Rasulullah SAW:
“ Sungguh, bumi ini akan dipenuhi oleh kezhaliman dan kesemena-menaan. Dan apabila kezhaliman serta kesemena-menaan itu telah penuh, maka Allah SWT akan mengutus seorang laki-laki yang berasal dari umatku, namanya seperti namaku, dan nama bapaknya seperti nama bapakku (Muhammad bin Abdullah). Maka ia akan memenuhi bumi dengan keadilan dan kemakmuran, sebagaimana ia (bumi) telah dipenuhi sebelum itu oleh kezhaliman dan kesemena-menaan. Di waktu itu langit tidak akan menahan setetes pun dari tetesan airnya, dan bumi pun tidak akan menahan sedikit pun dari tanaman-tanamannya. Maka ia akan hidup bersama kamu selama 7 tahun, atau 8 tahun, atau 9 tahun. (HR. Thabrani) ”
Hadist lain yang menerangkan tentang kedatangan Imam Mahdi adalah sebagai berikut:
“ Telah bersabda Rasulullah SAW, "Pada akhir zaman akan muncul seorang khalifah yang berasal dari umatku, yang akan melimpahkan harta kekayaan selimpah-limpahnya. Dan ia sama sekali tidak akan menghitung-hitungnya. (HR. Muslim dan Ahmad) ”
Daftar isi
[sembunyikan]
* 1 Etimologi
* 2 Ciri-ciri Imam Mahdi
* 3 Kemunculan Imam Mahdi
* 4 Kepemimpinan Imam Mahdi
* 5 Referensi
[sunting] Etimologi
Imam Mahdi sebenarnya adalah sebuah nama gelar sebagaimana halnya dengan gelar khalifah, amirul mukminin dan sebagainya. Imam Mahdi dapat diartikan secara bebas bermakna "Pemimpin yang telah diberi petunjuk". Dalam bahasa Arab, kata Imam berarti "pemimpin", sedangkan Mahdi berarti "orang yang mendapat petunjuk".
Nama Imam Mahdi sebenarnya seperti yang disebutkan dalam hadist di atas, ia bernama Muhammad (seperti nama Nabi Muhammad), nama ayahnya pun sama seperti nama ayah Nabi Muhammad SAW yaitu Abdullah. Nama Imam Mahdi sama persis dengan Rasulullah SAW yaitu Muhammad bin Abdullah.
[sunting] Ciri-ciri Imam Mahdi
Tidak ada seorang pun dimuka bumi ini yang mengetahui tentang Imam Mahdi dan ciri-cirinya , kecuali Rasulullah, karena Rasululah dibimbing oleh wahyu. Oleh karena itu bagi kita sebaik-baiknya tempat untuk merujuk tentang perkara ini adalah apa yang baginda Rasulullah katakan dalam hadist-hadistnya sebagai berikut:
Telah bersabda Rasulullah SAW:
“ Al-Mahdi berasal dari umatku, berkening lebar, berhidung panjang dan mancung. Ia akan memenuhi bumi ini dengan keadilan dan kemakmuran, sebagaimana ia (bumi ini) sebelum itu dipenuhi oleh kezhaliman dan kesemena-menaan, dan ia (umur kekhalifahan) berumur tujuh tahun. (HR. Abu Dawud dan al-Hakim) ”
Telah bersabda Rasulullah SAW:
“ Al-Mahdi berasal dari umatku, dari keturunan anak cucuku. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Hakim) ”
[sunting] Kemunculan Imam Mahdi
Kemunculan Imam Mahdi bukan karena kemauan Imam Mahdi itu sendiri melainkan karena takdir Allah yang pasti berlaku. Bahkan Imam Mahdi sendiri tidak menyadari bahwa dirinya adalah Imam Mahdi melainkan setelah Allah SWT mengislahkannya dalam suatu malam, seperti yang dikatakan dalam sebuah hadist berikut:
“ Al-Mahdi berasal dari umatku, yang akan diislahkan oleh Allah dalam satu malam. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah) ”
Kemunculan Imam Mahdi akan di dahului oleh beberapa tanda-tanda sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa hadist berikut:
Aisyah Ummul Mukminin RA telah berkata:
“ Pada suatu hari tubuh Rasulullah SAW bergetar dalam tidurnya. Lalu kami bertanya, 'Mengapa engkau melakukan sesuatu yang belum pernah engkau lakukan wahai Rasulullah?' Rasulullah SAW menjawab, 'Akan terjadi suatu keanehan, yaitu bahwa sekelompok orang dari umatku akan berangkat menuju baitullah (Ka'bah) untuk memburu seorang laki-laki Quraisy yang pergi mengungsi ke Ka'bah. Sehingga apabila orang-orang tersebut telah sampai ke padang pasir, maka mereka ditelan bumi.' Kemudian kami bertanya, 'Bukankah di jalan padang pasir itu terdapat bermacam-macam orang?' Beliau menjawab, 'Benar, di antara mereka yang ditelan bumi tersebut ada yang sengaja pergi untuk berperang, dan ada pula yang dipaksa untuk berperang, serta ada pula orang yang sedang berada dalam suatu perjalanan, akan tetapi mereka binasa dalam satu waktu dan tempat yang sama. Sedangkan mereka berasal dari arah (niat) yang berbeda-beda. Kemudian Allah SWT akan membangkitkan mereka pada hari berbangkit, menurut niat mereka masing-masing. (HR. Bukhary, Muslim) ”
Telah bersabda Rasulullah SAW:
“ Seorang laki-laki akan datang ke Baitullah (Ka'bah), maka diutuslah suatu utusan (oleh penguasa) untuk mengejarnya. Dan ketika mereka telah sampai di suatu gurun pasir, maka mereka terbenam ditelan bumi. (HR. Muslim) ”
Telah bersabda Rasulullah SAW:
“ Suatu kaum yang mempunyai jumlah dan kekuatan yang tidak berarti akan kembali ke Baitullah. Lalu diutuslah (oleh penguasa) sekelompok tentara untuk mengejar mereka, sehingga apabila mereka telah sampai pada suatu padang pasir, maka mereka ditelan bumi. (HR. Muslim) ”
Telah bersabda Rasullah SAW:
“ Sungguh, Baitullah ini akan diserang oleh suatu pasukan, sehingga apabila pasukan tersebut telah sampai pada sebuah padang pasir, maka bagian tengah pasukan itu ditelan bumi. Maka berteriaklah pasukan bagian depan kepada pasukan bagian belakang, dimana kemudian semua mereka ditenggelamkan bumi dan tidak ada yang tersisa, kecuali seseorang yang selamat, yang akan mengabarkan tentang kejadian yang menimpa mereka. (HR. Muslim, Ahmad, Nasai, dan Ibnu Majah) ”
Telah bersabda Rasulullah SAW:
“ Akan dibaiat seorang laki-laki antara makam Ibrahim dengan sudut Ka'bah. (HR. Ahmad, Abu Dawud) ”
Telah bersabda Rasulullah SAW:
“ Suatu pasukan dari umatku akan datang dari arah negeri Syam ke Baitullah (Ka'bah) untuk mengejar seorang laki-laki yang akan dijaga Allah dari mereka. (HR. Ahmad) ”
[sunting] Kepemimpinan Imam Mahdi
Dalam hadist yang disebutkan di atas Imam Mahdi akan memimpin selama 7 atau 8 atau 9 tahun. Semasa kepemimpinannya Imam Mahdi akan membawa kaum muslimin untuk memerangi kezaliman, hingga satu demi satu kedzaliman akan tumbang takluk dibawah kekuasaanya.
Kemenangan demi kemenangan yang diraih Imam Mahdi dan pasukannya akan membuat murka raja kezaliman (Dajjal) sehingga membuat Dajjal keluar dari persembunyiannya dan berusaha membunuh Imam Mahdi serta pengikutnya.
Kekuasaan dan kehebatan Dajjal bukanlah lawan tanding Imam Mahdi oleh karena itu sesuai dengan takdir Allah, maka Allah SWT akan menurunkan Nabi Isa dari langit yang bertugas membunuh Dajjal. Imam Mahdi dan Nabi Isa akan bersama-sama memerangi Dajjal dan pengikutnya, hingga Dajjal mati ditombak oleh Nabi Isa di "Pintu Lud" dalam kompleks Al-Aqsa.
[sunting] Referensi
* "Umur Umat Islam, Kedatangan Imam Mahdi, dan Munculnya Dajjal". Karya Amin Muhammad Jamaluddin. Penerbit Cendekia.
* "Al Mahdi" James Morris, Ibn Arabi Society
* "Nabi dan Rasul Terakhir Dan Al Mahdi: Siapakah Dia Sebenarnya?",Atmonadi, blog Atmonadi
[sembunyikan]
l • b • s
Eskatologi Islam
Âkhirat (الآخرة) • Al-Arham (ال ارحم) • 'Arasy (عَرْش) • Barzakh (برزخ) • Dābbat al-Ard (دابة الأرض) • Dajjāl (الدّجّال) • Dzu as-Suwayqatayn (ذوالسويقتين) • Firdaus (فردوس) • Hamalat al-‘Arsy (حملات العرش)
Imam Mahdī (محمد المهدي) • Isa (عيسى) • Isrāfīl (إسرافيل) • Izra'īl (ملكالموت) • Jahannam (جهنم) • Jannah (جنّة) • Ka'bah (الكعبة) • Khawārij (خوارج) • Kirâman Kâtibîn (كراماً كاتبين) • Mahsyar (محشر) • Mâlik (ملك)
Mu’aqqibat (معقبت) • Muhammad (محمد) • Munkar dan Nakīr (منكر و نكير) • Shirāth (الصراط) • Bulan terbelah (انشقاق القمر) • Yā'jūj dan Mā'jūj (يأجوج ومأجوج) • Qarīn (قرين) • Yawm al-Qiyāmah (يوم القيامة) • Zabāniyah (زبانيه)
Imam Mahdi
Telah tertulis dalam sunnah yang shahih bahwa nama al-Mahdi dan bapaknya sesuai dengan nama Nabi saw dan bapaknya.
Dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah saw berkata, “Seandainya tidak tersisa dari dunia ini kecuali satu hari niscaya Allah akan memanjangkan hari itu sehingga Dia mengutus di hari itu seseorang dariku atau dari ahli baitku namanya sama dengan namaku, nama bapaknya sama dengan nama bapakku, dia memenuhi bumi….”
Dalam riwayat lain, “Dunia tidak akan berakhir sehingga orang-orang Arab dipimpin oleh seorang laki-laki dari ahli baitku namanya sesuai dengan namaku.” (HR. Abu Dawud no. 4282 dan at-Tirmidzi no. 2231 dan dia berkata, “Hasan shahih”. Dishahihkan oleh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah no.1529). Jadi Mahdi adalah Muhammad bin Abdullah.
Nasabnya tidak diragukan dari ahli bait Rasulullah saw. Riwayat-riwayat yang berjumlah banyak menyatakan bahwa dia adalah keturunan Fatimah yang suci putri Nabi saw.
Dari Ummu Salamah berkata, saya mendengar Rasulullah saw bersabda, “Al-Mahdi dari keluargaku dari putra Fatimah.” (HR. Abu Dawud no. 4284 dan Ibnu Majah no.4135)
Dari Ali bin Abu Thalib berkata, Rasulullah saw telah bersabda, “Al-Mahdi dari kalangan kami ahli bait, Allah menjadikannya baik dalam satu malam.” (HR. Ahmad 1/84 dan Ibnu Majah no. 4136)
Dari sabda Nabi saw dalam riwayat-riwayat di atas tentang nasab al-Mahdi, “… Kemudian muncul seorang laki-laki dari keluargaku atau dari ahli baitku….”
Semua hadis-hadis ini menegaskan bahwa al-Mahdi berasal dari Nabi saw dari putra Fatimah Az-Zahra. Ini adalah keyakinan mayoritas umat, maka tidak boleh membuang hadits-hadits ini dengan mengambil hadits-hadits yang lemah dan palsu karena tujuan dan hawa nafsu tertentu.
Di antara sifat-sifat al-Mahdi yang tertulis di dalam sunnah adalah tipisnya rambut yang tumbuh di kedua sisi kepalanya karena setengah kepalanya botak. Di antara sifat-sifatnya adalah berhidung mancung, ujung hidungnya tipis, bagian tengahnya menonjol, seperti yang tertulis dalam hadis Abu Said al-Khudri berkata, saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda, “Al-Mahdi dari keluargaku, ubun-ubunnya tidak berambut, berhidung mancung, dia akan menyebarkan keadilan dan kebijaksanaan di seluruh penjuru bumi setelah sebelumnya diliputi oleh kedzaliman dan kerusakan, dan dia berkuasa selama 7 tahun.” (HR. Ahmad 3/17 dan Abu Dawud no. 4285, dishahihkan oleh al-Albani dalam takhrij al-Misykah no. 5454).
Di antara petunjuk tentang al-Mahdi adalah munculnya dia di zaman di mana kezhaliman dan penindasan merajalela, lalu dengan perintah Allah dia menegakkan keadilan dan kebenaran, melarang kedzaliman dan penindasan, dengannya Allah menegakkan panji kebaikan pada umat, di mana Allah menurunkan hujan dengan lebat tidak setetes pun yang disimpan, bumi menumbuhkan segala macam buah-buahan tanpa menyimpan satu pun, binatang ternak berkembang biak dengan cepat karena banyaknya makanan, dan harta kekayaan mengalir lalu dibagi-bagi secara sama rata di antara manusia.
Dari Abu Said Al-Khudri bahwasanya Rasulullah bersabda, “Al-Mahdi akan muncul di akhir umatku, Allah menurunkan hujan untuknya, bumi menumbuhkan pohon-pohonnya, harta kekayaan dibagi secara merata, binatang ternak berkembang pesat, umat menjadi besar. Dia hidup tujuh atau delapan.” (HR. al-Hakim 4/557-558, dia berkata, “Sanadnya shahih tetapi tidak diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.” Disetujui oleh adz-Dzahabi, hadits ini dishahihkan oleh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shahihah no. 711).
Tidak ada riwayat yang shahih dan jelas yang menunjukkan tempat kemunculannya atau zamannya. Akan tetapi para ulama menarik kesimpulan dari pengertian sebagian riwayat meskipun tidak seratus persen pasti.
Hafizh Ibnu Katsir dalam Al-Fitan Wal Malahim berkata, “Kemunculan al-Mahdi terjadi di akhir zaman, di negara-negara belahan timur, bukan dari Sirdab Samura’ seperti yang diklaim oleh orang-orang Syi’ah yang bodoh di mana al-Mahdi telah berada di sana saat ini, sementara mereka menunggu kemunculannya di akhir zaman. Keyakinan ini adalah kebodohan, bisikan dan tipu daya setan….”
Dalam buku yang sama Ibnu Katsir berkata, “Menurut saya kemunculan al-Mahdi mendahului turunnya Isa bin Maryam AS sebagaimana hadits-hadits menunjukkan hal itu.”
Di sini saya menyuguhkan kepada pembaca yang mulia sebagian riwayat yang yang menunjukkan secara tersirat tentang al-Mahdi.
Dari Jabir bin Abdullah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Akan selalu ada segolongan manusia dari umatku yang berperang di atas kebenaran, mereka memperoleh kemenangan sampai hari Kiamat. Lalu Isa turun, Amir kaum muslimin berkata, ‘Kemarilah, jadilah kamu sebagai imam shalat bagi kami.’ Dia menjawab, ‘Tidak. Sesungguhnya sebagian di antara kalian adalah pemimpin bagi sebagian yang lain dan hal itu adalah kehormatan dari Allah kepada umat ini’.” (HR. Muslim no. 156). Syaikh al-Albani dalam tahqiq shahih Muslim menyatakan bahwa imam atau amir ini adalah al-Mahdi.
Yang bisa dicermati dari riwayat ini tidak ditentukannya nama imam atau amir yang shalat sebagai imam sampai dengan datangnya Nabi Isa.
Akan tetapi terdapat riwayat yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam al-Manar al-Munif dengan lafazh, “Lalu amir mereka al-Mahdi berkata, ‘Kemarilah, shalatlah sebagai imam….” Kemudian Ibnul Qayyim berkata sesudahnya, “Riwayat ini sanadnya jayid (bagus).”
Dari Ummu Salamah berkata, Rasulullah saw berkata, “Seseorang berlindung kepada baitullah, lalu sebuah tentara dikirim kepadanya. Ketika mereka sampai di tanah yang lapang, mereka dibenamkan.” Ummu Salamah berkata, “Ya Rasulullah, bagaimana dengan orang yang terpaksa?” Nabi saw menjawab, “Dia dibenamkan bersama mereka tetapi dia dibangkitkan pada Hari Kiamat sesuai dengan niatnya.” (HR. Muslim no. 2882 dan at-Tirmidzi no 1272)
Dari Hafshah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Akan berlindung dengan rumah ini yakni Ka’bah suatu kaum, mereka tidak mempunyai perlindungan, tidak pula memiliki sekutu, dan tidak pula memiliki perlengkapan untuk membela diri, sebuah pasukan diutus kepada mereka, ketika pasukan ini sampai di tanah lapang mereka dibenamkan.” (HR. Muslim no. 2883 dan an-Nasa`i 5/207).
Kedua riwayat dari Ummul Mukminin ini mengandung isyarat yang jelas adanya seseorang yang berlindung kepada baitullah, dan bahwa dia dari Quraisy, dia didukung oleh pertolongan Allah dengan membenamkan musuhnya. Akan tetapi apakah dia adalah al-Mahdi yang namanya secara nyata disebutkan dalam hadits-hadits shahih di atas? Tidak ada dalil yang qath’i dalam hal ini, akan tetapi secara tersirat adalah dia. Wallahu a’lam.
Hadits-hadits yang shahih telah menyebutkan adanya seorang khalifah di mana kemakmuran mencapai puncaknya pada zamannya sehingga dia meraup harta kekayaan dengan kedua tangannya tanpa menghitungnya, dia membagikan harta itu tanpa perhitungan. Akan tetapi riwayat-riwayat itu tidak menyebutkan nama khalifah tersebut.
Dari Abu Said Al-Khudri bahwasanya Nabi saw bersabda, “Akan muncul di kalangan kalian seorang khalifah yang meraup harta kekayaan dengan kedua tangannya tanpa menghitungnya.” Dalam riwayat lain, “Memberikan harta kepada manusia tanpa perhitungan.” Dalam riwayat lain, “Akan muncul di akhir umatku seorang khalifah yang meraup harta kekayaan dengan kedua tangannya.” (HR. Muslim no. 2913).
Dari kumpulan riwayat di atas jelaslah bagi kita secara tersurat dan tersirat bahwa al-Mahdi adalah seorang yang shalih yang muncul dari arah timur, dia lari dari Madinah berlindung ke baitullah, lalu dia di baiat di Ka’bah yang mulia di antara rukun dan maqam, lalu satu pasukan diutus untuk membunuhnya, tetapi mereka dibenamkan, Allah memberikan pertolongan dan dukungan kepadanya dan dia berhukum kepada Islam. Dia menyebarluaskan keadilan di antara manusia, kemakmuran dan ketenteraman merata, dia bertemu dengan Nabi Isa, dia menjadi imam bagi umat dan Nabi Isa shalat di belakangnya, lalu dia membantunya membunuh Dajjal, dia hidup 7 atau 9 tahun.
Ada beberapa ulama dan imam yang telah menyatakan bahwa hadits-hadits tentang Mahdi mencapai tingkatan mutawatir secara maknawi. Kepada pembaca yang budiman saya nukilkan beberapa ucapan mereka agar jiwa kita semakin mantap terhadap pendapat kita.
Allamah Muhammad As-Sifarini dalam bukunya Al-Masihud Dajjal Wa Asrorus Saa’ah berkata, “Allamah Syaikh Mar’i di dalam bukunya Fawaidul Fikri menukil dari Abul Hasan Muhammad bin Al-Husain berkata, ‘Hadits-hadits dari Rasulullah saw tentang al-Mahdi dan bahwa dia dari ahli bait Nabi saw telah mencapai tingkatan mutawatir dan para perawinya terkumpul dalam jumlah yang banyak’.”
Dia juga berkata, “Riwayat-riwayat yang berjumlah banyak telah menyatakan kedatangannya sehingga riwayat-riwayat itu mencapai tingkatan mutawatir maknawi. Hal ini telah dikenal luas di kalangan Ahlus Sunnah sehingga ia termasuk salah satu keyakinan mereka.”
Dia juga berkata, “Terdapat riwayat-riwayat yang beragam dari para sahabat baik yang disebutkan namanya atau yang tidak disebut namanya begitu pula dari para tabiin sesudah mereka, di mana secara keseluruhan menunjukkan ilmu yang qath’i (pasti) maka iman kepada kedatangan al-Mahdi hukumnya wajib sebagaimana hal itu telah ditetapkan oleh para ulama dan tertulis dalam akidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Begitu pun di kalangan syi’ah, hanya saja al-Mahdi mereka adalah Muhammad bin Hasan Al-Askari.”
Syaikh Muhammad Al-Barzanji dalam bukunya Al-Isya’ah Li Asyrotis Saa’ah berkata, “Telah diketahui bahwa hadits-hadits tentang al-Mahdi, kemunculannya di akhir zaman dan bahwa dia dari keluarga Rasulullah saw dari keturunan Fatimah telah mencapai tingkatan mutawatir maknawi, maka tidak ada alasan untuk mengingkarinya.”
Allamah Muhammad Sidik Khalid bin Hasan Al-Qanuji dalam bukunya Al-Idza’ah Lima Kaana Wa Ma Yakunu Baina Yadayis Saa’ah berkata, “Hadits-hadits tentang al-Mahdi dengan riwayat-riwayat yang beragam sangatlah banyak mencapai derajat mutawatir maknawi. Hadits-hadits itu terdapat dalam buku-buku sunan, musnad-musnad, mu’jam-mu’jam dan lain-lainnya.”
Dalam buku yang sama, dia menukil ucapan Imam asy-Syaukani, “Hadits-hadits mutawatir yang menerangkan al-Mahdi yang ditunggu-tunggu yang bisa diketahui berjumlah 50 hadis. Di antaranya ada yang shahih, hasan, dhaif dan dhaif yang terkatrol. Semua hadits-hadits itu mutawatir tanpa keraguan dan tanpa kesamaran, bahkan untuk angka yang di bawahnya sudah cukup disebut mutawatir menurut istilah-istilah yang telah disepakati dalam ilmu ushulul hadits. Adapun atsar-atsar dari sahabat yang secara nyata menerangkan al-Mahdi maka jumlahnya banyak juga di mana atsar-atsar itu mempunyai hukum hadits marfu’ karena tidak ada peluang ijtihad dalam masalah seperti ini.”
sumber: http://sunatullah.com/kiamat/munculnya-imam-mahdi.html
Kamis, 02 Desember 2010
Definisi Belajar
1. Berikut dua diantara konsep-konsep / definisi-defnisi belajar menurut para ahli:
1) Sumadi Suryabrata (2010) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang memiliki tiga ciri, yaitu: (a) proses tersebut membawa perubahan (baik aktual maupun potensial); (b) perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru; (c) perubahan terjadi karena usaha (dengan sengaja)
2) Nyayu Khadijah (2009) menyatakan belajar adalah (a)sebuah proses yang memungkinkan seorang memperoleh dan membentuk kompetensi, keterampilan dan sikap yang baru; (b) melibatkan proses – proses mental internal yang terjadi berdasarkan latihan dan interaksi sosial; (c) hasil ditunjukkan terjadinya perubahan perilaku – kognitif, afektif, psikomotorik -; (d) perubahan yang dihasilkan dari belajar bersifat relatif permanen.
Perbuatan “belajar” merupakan perbuatan yang dilakukan oleh semua makhluk hidup ciptaan Tuhan tidak terkecuali hewan dan tumbuh-tumbuhan, karena setiap belajar merupakan sebuah hasil yang membawa perubahan baik itu hasil dari interaksi terhadap dirinya sendiri, lingkungan sosial, maupun lingkungan non sosial / benda – benda mati (dalam prespektif psikologi pendidikan hewan dan tumbuhan bukan sebagai objek).
Belajar, pada hakekatnya, adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat sebagai hasil dari belajar melalui berbagai pengalaman.
Dengan berdasar pendapat dua ahli di atas, belajar merupakan sebuah proses dari ketidak-tahuan menjadi tahu dengan menunjukkan hasil yang membawa perubahan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik baik aktual maupun potensial secara sengaja dan tertanam dalam diri sehingga bersifat relatif permanen
Senin, 15 November 2010
seLamaT idul Adha
SEMOGA KITA BISA MENELADANI
NABI IBRAHIM DAN NABI ISMAIL
DENGAN
MENINGKATKAN KEIKHLASAN DAN KEPATUHAN
KEPADA AL MUHITH
TUHAN SEMESTA ALAM
ALLAH SWT
muhith
PEMBUKA: AL MUHITH
Penjelajahan diriku telah sampaI
Pada gerakan hati tanpa pikiraN
Mengerahkan energi hatI
Memang tak menghabiskan energi besaR
Ketika memasukinyA
Tapi menghabiskan energi dalam prosesnyA
Tapi, kenapa aku selalu buntU
Ketika aku memulaI
Seperti aku memulainya dulu sekalI
Kegiatan ini sepertinya telah menyatU
Dalam aktivitas sehari-harikU
Bahkan ketika aku tak lagi harus memulai seperti dulU
Aku telah mendapatkan dirikU
Dalam kesatuan jiwaku dan pikirankU
Apakah aku harus memulainya lagI
Perasaanku seperti tak memerlukannyA
Aku rasa tak perlu lagI
Karena aku telah dapat menyatukan hatiku dan jiwakU
Sekali lagi apakah itu berarti aku ujuB?
Ujub pada diriku rasa-rasanya tak pentinG
Tapi ketika itu harus aku ungkap kembalI
Pada lingkungan yang tak mengerti dirikU
Pasti di sana terkesan ujub itU
Hanya Allah yang mengetahui itU
Karena hanya Allah yang telah menuntunkU
Mengajakku melakukaN
Penyatuan Hati dan PikiraN
Penyatuan Jiwa dan AkaL
Penyatuan Rasa dan InderA
Innaa shalatii wanusukI
Wa mahyaayaa wamaa maatI
Lillahi rabbil ’aalamiN
Rabbana atina fiddunya khasanaH
Wabil akhirati khasanaH
Wakina adzaa bannaaR
Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu AkbaR
Astaghfirullahal adziM
Shadaqallahul adziM
Seperti sekaranG
Ketika aku mulai lagi melakukan aktivitaS
Mengendalikan tangaN
Dideretan tuts laptoP
Di sela lantunan lagU
Yang nantinya tertinggal di belakanG
TerhapuS…………………………..
Kesatuan pikiran dan jiwA
Yang ada hanyalah lantunaN
Gelombang ketenangaN
Yang dimunculkan dalam harmonI
Menjelajahi tuts bagikU
Sama seperti ketika memulai shalaT
Allah mengajariku melakukaN
Kesatuan hati dan kesadaran dan pikiraN
Sembari menghadap kepadaNyA
Dimanapun Dia BeradA
Jari tangan menjalani tuts mengarah padA
Kesatuan kesadaran, hati dan jiwA
Yang tak mungkin terselamI
Oleh siapapuN
Bahkan oleh pikiran ketika sendirI
Bahkan oleh kesadaran ketika sendirI
Bahkan oleh jiwa ketika sendirI
Karena makna hiduP
Adalah ketika terjadi kesatuaN
Pikiran, kesadaran, jiwA
Itulah hiduP; itulah makna ZawQ
Yang tak mungkin diketahui siapapuN
Kecuali diri sendiri dan AllaH
Karena Allah Maha TahU
Apa yang terjadi di alam semestA
Karena Allah Yang MenciptanyA
Merakit, merancang dan menjalankan dengan Kompleksitas dan PresisI
Kompleksitas dan Presisi Ilahiah MutlaK
Yang berbeda dengan makhluknya dengan kemampauan presisi relatiF
Maka, Allah adalah satu-satunya Al MuhitH
Maha Meliputi Segala sesuatU
Penutup: Singosari, 9 OktobeR 2005
Sumber: Mulawarman (forthcoming, 2008). Islamisasi Ilmu dan Peradaban
Minggu, 24 Oktober 2010
2kukomputer
KAMI ANTERRRRRRR
Hub. 081325240994 / 087839816600
Lowongan PNS 2010 (Depag)
PENGUMUMAN
Nomor : BII/I-a/Kp.00.3/15774/2010
TENTANG
PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN AGAMA
TAHUN 2010
Kementerian Agama Republik Indonesia membuka kesempatan kepada Warga Negara Indonesia untuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), dengan ketentuan dan persyaratan sebagai berikut :
I. CARA MENDAFTAR
- Pendaftaran CPNS dilaksanakan berdasarkan domisili KTP setempat untuk pelamar pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN), Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN), Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN), dan Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri (STABN), kecuali pelamar pada Unit Eselon I Pusat, Universitas Islam Negeri (UIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN).
- Pengumuman dan pendaftaran CPNS di lingkungan Kementerian Agama secara on-line melalui internet/website dengan alamat www.kemenag.go.id dengan subdomain cpns.kemenag.go.id.
- Bagi pelamar yang kesulitan menggunakan aplikasi internet/website dapat melakukan pendaftaran/registrasi yang ditujukan langsung kepada panitia pengadaan CPNS masing-masing melalui kantor pos tanpa melampirkan print out entry data pendaftaran.
- Lamaran ditulis oleh tangan sendiri dengan tinta hitam dan ditandatangani oleh pelamar disertai dengan:
- Print out entry data pendaftar;
- Foto copy sah ijazah yang telah dilegalisir sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan;
- Pas photo ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar;
- Foto copy KTP yang masih berlaku.
- Surat lamaran dikirim melalui jasa pos, ditujukan kepada panitia Panitia Pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil CPNS Pusat/Panitia Pengadaan CPNS Unit Eselon I/Panitia Pengadaan CPNS Daerah dan stempel pos terakhir tanggal 3 November 2010;
- Pelamar wajib melampirkan amplop balasan yang telah ditempel perangko kilat dengan menuliskan nama dan alamat serta kode pos, bagi pelamar yang tidak melampirkan amplop balasan dinyatakan gugur sebagai peserta.
- Pada amplop lamaran agar dicantumkan satuan kerja yang dituju dan pekerjaan yang dilamar pada sudut kiri atas contoh terlampir.
- Lamaran dibuat menurut contoh terlampir. (Download dokumen)
II. PERSYARATAN UMUM
- Warga Negara Indonesia;
- Berusia serendah-rendahnya 18 Tahun dan setinggi-tingginya 35 tahun (pada tanggal 1 Januari 2011).
- Bagi pelamar yang berusia lebih dari 35 Tahun sampai dengan 40 Tahun agar melampirkan bukti wiyata bakti sampai dengan tanggal 1 Januari 2011 minimal 13 Tahun 9 bulan secara terus menerus dan tidak terputus pada instansi pemerintah atau yayasan yang berbadan hukum;
- Bagi pelamar lulusan Perguruan Tinggi Swasta yang belum terakreditasi sebelum berlakunya Keputusan Mendiknas Nomor 184/U/2001 tanggal 23 November 2001 harus sudah disahkan oleh Kopertis /Kopertais;
- Bagi pelamar lulusan Perguruan Tinggi Luar Negeri atau Lembaga Pendidikan Luar Negeri, harus melampirkan Surat Keputusan Penetapan dan Penyetaraan hasil penilaian ijazah lulusan Perguruan Tinggi Luar Negeri dari Ditjen Pendidikan Tinggi /Ditjen Pendidikan Agama Islam;
- Foto copy ijazah Universitas /Institut dilegalisir oleh Rektor, Dekan atau Pembantu Dekan Bidang Akademik, sedangkan foto copy ijazah Sekolah Tinggi dilegalisir Ketua atau Pembantu Ketua Bidang Akademik;
- Tanggal penetapan ijazah harus sebelum tanggal pelamaran, sedangkan surat keterangan atau pernyataan lulus tidak diperkenankan;
- Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
- Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil /PegawaiSwasta;
- Tidak berkedudukan sebagai Calon Pegawai Negeri /Pegawai Negeri;
- Bersedia ditempatkan di seluruh Republik Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh Pemerintah;
- Tidak menjadi anggota /pengurus PARPOL;
- Bersedia memenuhi peraturan /ketentuan yang berlaku dalam lingkungan Kementerian Agama.
III. WAKTU PENDAFTARAN Waktu pendaftaran pelamar melalui website/internet tanggal 25 Oktober 2010 sampai dengan tanggal 3 November 2010. IV. KETENTUAN LAIN
- Penerimaan pendaftaran dilaksanakan pada unit kerja sebagai berikut :
- Sekretariat Jenderal
- Inspektorat Jenderal
- Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah
- Ditjen Pendidikan Islam
- Ditjen Bimas Islam
- Ditjen Bimas Kristen
- Ditjen Bimas Katolik
- Ditjen Bimas Hindu
- Ditjen Bimas Buddha
- Badan Litbang dan Diklat
- Kanwil Kementerian Agama Provinsi seluruh Indonesia
- Universitas Islam Negeri (UIN) seluruh Indonesia
- Institut Agama Islam Negeri (IAIN) seluruh Indonesia
- Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar
- Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) seluruh Indonesia
- Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN)
- Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN)
- Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri (STABN)
Jakarta, 22 Oktober 2010
PANITIA PENGADAAN CPNS
KEMENTERIAN AGAMA RI
K E T U A,
Selasa, 19 Oktober 2010
THE THRUTH OF KNOWLEDGE
THE THRUTH OF KNOWLEDGE
Perbedaan antara manusia dengan makhluk fisik lain adalah kemampuan manusia dalam berfikir yang secara naluriah manusia akan selalu dan selalu mencari kebenaran – tentunya dengan didasari pengetahuan – dengan berbagai macam metode. Kemampuan berfikir setiap manusia tidaklah sama, selain aspek kodrat, aspek psikologis dan mental juga sangat mempengaruhi, sehingga wajar bila dalam tatanan kehidupan manusia selalu muncul perbedaan, bahkan sudah dimulai sejak zaman sebelum masehi seperti ketika Aristoteles dan Descartes harus melawan perbedaan pendapat dengan penguasa hingga harus mengorbankan nyawa demi sebuah kebenaran pengetahuan.
Dalam pada itu, perkembangan pengetahuan semakin pesat hingga pada satu sisi kelihatan semakin menyempit. Seperti, ada seorang ilmuan yang ahli pada salah satu bidang, Seorang dokter hewan spealis burung betet dengan segala ilmu yang dikuasainya mempresentasikan semua yang diketahui tentang burung betet, hingga tiba pada suatu pertanyaan :
Sang penanya : Tolong dijelaskan dok, bagaimana membedakan burung betet betina dengan yang jantan ?
Dokter : Burung betet jantan selalu makan cacing betina, dan burung betet betina selalu makan cacing jantan.
Sang penanya : Lantas bagaimana membedakan cacing jantan dan cacing betina?
Dokter : Kalo itu silahkan tanya kepada ahli cacing.
Dari percakapan diatas menunjukkan bahwa semakin orang mendalami satu hal, maka ada beberapa hal yang terlupakan sehingga nilai pengetahuan semakin kecil. Hal ini menunjukkan fakta bahwa sejumlah fakta yang terdiri dari proposisi – proposisi yang saling berhubungan terputus oleh pengkotakan – pengkotakan pengetahuan.
Selanjutnya, kebenaran teori respondensi yang berdasar pada harmoni internal proposisi – proposisi, serta kebenaran teori korespondensi yang berdasar pada data empiris yang merupakan kumpulan data inderawi serta pandangan pragmatisme yang mengatakan bahwa kebenaran itu berubah dan bersifat tentative adalah pilar – pilar serta pendorong lahirnya pengetahuan yang semakin mengerucut.
Jika dalam sejarah disebutkan filsafat adalah induk segala pengetahuan yang di dalamnya terdapat hakekat kebenaran – segala pengetahuan bisa dijawab dengan etismologinya –, maka sekarang diperlukan kembali pengetahuan yang mengerucut dapat melebar untuk menjawab segala kebenaran pengetahuan (the Truth of Knowledge).
Jumat, 15 Oktober 2010
khawarij murji'ah
PEMIKIRAN TEOLOGI
KHAWĀRIJ DAN MURJI’AH
A. Asal Usul Khawārij dan Murji’ah
Sebagian masyarakat Islam maupun Non Islam mungkin sedikit heran jika menyimak Sejarah Peradaban Islam. Sejarah menyebutkan, pertamakali yang muncul ke permukaan tentang permasalahan / “konflik” dalam tubuh Islam adalah masalah di bidang politik bukan di bidang agama (teologi)[1].
Permasalahan politik berawal ketika Nabi Muhammad SAW wafat, bahkan pemakaman Nabi Muhammad pun sampai tertunda dan menjadi masalah kedua[2]. Para sahabat dan masyarakat sibuk memikirkan pengganti (khilafah) Nabi Muhammad SAW sabagai Pemimpin Negara. Setelah melewati beberapa proses terpilihlah Abu Bakar ash – Shiddiq menjadi Khalifah yang menggantikan Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin Negara, kemudian berlanjut kepada ‘Umar bin Khottob dan Usman bin Affan serta ‘Ali bin Abi tholib.
Dengan terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah, ternyata tidak semua orang dan golongan setuju Abu Bakar menjadi Khalifah. Secara umum masyarakat terbagi menjadi dua golongan, yaitu: golongan terbanyak (jama’iyah) yang menyetujui Abu Bakar sampai ‘Ali bin abu Thalib menjadi Khalifah; dan golongan kecil (syi’ah) yang berpendirian bahwa “Khilafah” harus berada dalam garis keturunan Nabi dan Ali bin Abi Tholib dan keturunannya-lah yang berhak[3].
Ketika Usman bin Affan menjadi khalifah, dimulailah berbagai masalah dan polemik dalam Islam yang berdampak kepada perpecahan, permusuhan, dan kemajuan peradaban Islam pada periode – periode selanjutnya. Kesalahan fatal yang dilakukan Usman adalah kebijakan – kebijakannya mengangkat saudara – saudaranya menjadi Gubernur dan beberapa pos penting dalam pemerintahan.
Usman bin Affan sangat berbeda dengan dua khalifah pendahulunya, Khalifah Abu Bakar ash Shiddiq adalah orang yang sangat hati – hati dan cerdas, khalifah Umar terkenal dengan kecakapan serta keberaniannya. Sedangkan Khalifah Usman bin Affan karena keramahannya dan kurang responsif terhadap masalah yang timbul dalam pemerintahannya, membuat para saudaranya mudah menyetir dan mengarahkan khalifah.[4]
Pada enam tahun masa akhir kepemimpinannya, timbul gejolak politik, banyak pertentangan di sana – sini, huru – hara silih berganti yang pada akhirnya terjadi pembunuhan dirinya pada hari Jum’at, tanggal 08 Dzulhijjah 35H (17 Juni 656 M).[5]
Kekhalifahanpun berganti dan Ali bin Abi Tholib yang terpilih dengan mewarisi segudang masalah. Pemberontakan di mana – mana, terlebih ketika Khalifah Ali mengganti para petinggi bergaris keturunan Khalifah Usman, perlawanan kepada Khalifah semakin besar. Hal ini dapat dilihat dengan adanya perang shiffin, yaitu perang antara khalifah Ali bin Abi Thalib dengan kelompok pembrontak Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Dalam penumpasan pemberontakan ini Khalifah Ali dapat mendesak pasukan Mu’awiyah bin Abi Sufyan, namun dengan kelicikan tangan kanan Mu’awiyah, ’Amr bin al – ’As, mengusulkan untuk mengajak berdamai kepada Khalifah. Pada awalnya Khalifah Ali tidak menerima ajakan tersebut karena sudah mencium kelicikan ’Amr bin al – ’As, tetapi karena desakan para sahabat terutama para ahli qurra dengan terpaksa Khalifah menerima[6] sehingga berbuntut pada perselisihan di dalam kubu Khalifah.
Pada perundingan ini, ’Amr bin al – ’As yang terkenal sangat licik mengangkangi kebersihan hati Abu Musya al – Asy’ari sebagai utusan Khalifah Ali. Dalam perundingan disepakati bersama bahwa masing – masing utusan menurunkan pemimpin mereka, namun dengan kepiawaiannya memainkan keikhlasan Abu Musya al – Asy’ari, ’Amr bin al – ’As dapat menjatuhkan kekhalifan Ali bin Abi Thalib[7].
Selanjutnya, penerimaan arbitrase tersebut memberi implikasi terhadap permasalahan teologi yang berakar pada nilai – nilai subyektifitas. Sangat terasa sekali ketidaksetujuan sebagian golongan dalam pasukan Ali atas arbitrase yang dilakukan oleh Khalifah Ali dan Mu’awiyah, lebih – lebih setelah melihat hasil dari arbitrase tersebut kemudian meninggalkan barisan Ali dan memisahkan diri serta menganggap Ali - Mu’awiyah telah kafir. Mereka inilah yang kemudian disebut sebagai golongan Khawārij (orang – orang yang keluar).
Secara etimologis, Khawārij berasal dari bahasa arab kharaja yang artinya keluar; muncul; timbul[8]; memberontak[9]. Selain itu dapat pula diartikan setiap muslim yang mempunyai niat atau berkeinginan keluar dari kesatuan ummat Islam[10]. Sebutan Khawārij juga bias didasarkan kepada al – Qur’ān surat an-Nisā’ ayat 100[11] (wa man yakhruj min baitihī muhājirān ’ilā Allāh wa rasūlihī) yang maksudnya adalah “barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allāh dan Rasul-Nya”[12]. Mereka juga menamakan dirinya sebagai Syura sebagaimana disebutkan di dalam al – Qur’ān surat al - Baqarah ayat 207[13] (wa minannāsi man yasyrī nafsahu btiga’a mardātillāh) yang artinya “dan diantara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridaan Allāh[14].
Adapun yang dimaksud Khawārij dalam terminology adalah kelompok politik – sebagian – pengikut Ali bin Abi Tholib yang memisahkan diri dari kesatuan barisan Ali bin Abi Thalib lalu meninggalkan barisan tersebut karena ketidaksepahaman dalam hal penerimaan Arbitrase yang berimbas pada area teologi.
Sementara sebagian kelompok yang tidak setuju dengan adanya arbitrase tersebut (Khawārij), sebagian lagi adalah orang – orang yang tetap setia kepada Ali bin Abi Tholib (Syi’ah). Meskipun kedua kelompok ini bermusuhan, namun mereka mempunyai kesamaan dalam hal memerangi Mu’awiyah dengan motif berbeda. Khawārij memerangi Mu’awiyah karena Mu’awiyah dianggap sudah melakukan dosa besar dengan melakukan arbitrase sehingga harus diperangi dan dibunuh, sedangkan syi’ah bertujuan merebut kembali kekhalifahan yang telah di ambil oleh Mu’awiyah secara licik. Lebih ekstrim, bagi Syi’ah orang yang berhak menjadi khalifah – pengganti Nabi Muhammad – hanya Ali bin Abi Thalib dan keluarganya bahkan Abu Bakar, Umar dan Usman pun tidak mempuyai hak untuk menjadi khalifah serta orang – orang yang tidak sepaham dengan mereka dianggap telah melakukan dosa besar[15] sehingga wajib hukumnya untuk diperangi dan dibunuh.
Selanjutnya, saling pengkafiran – tuduhan sebagai pelaku dosa besar – pun menjadi permasalahan yang selalu hadir dalam wilayah tatanan kehidupan beragama, tapi tidak demikian pada suatu komunitas yang meyebut dirinya Murjia’ah. Kelompok ini tidak setuju dengan tuduhan sebagian golongan kepada golongan lain atas pengkafiran seseorang atau kaum karena hanya Tuhan yang mengetahui apakah anak adam beriman atau tidak beriman. Menurut Murji’ah, orang yang melakukan dosa besar tetapi ia masih bersaksi bahwa tidak ada ilāh selain Allāh dan Muhammad adalah Rasūlullāh maka ia tetap mukmin. Dengan kata lain, Murji’ah muncul sebagai reaksi atau sikap yang tidak ingin terlibat dalam pengkafiran seseorang – tuduhan pelaku dosa besar – yang dilakukan oleh kaum Khawārij dan Syi’ah, mereka ingin bersifat netral dan menangguhkan perkara dosa besar sampai pada hari perhitungan kelak di hadapan Tuhan. Senada dengan maksud kemunculannya nama Murji’ah (arj’a) mempunyai arti lebih baik menunda atau dapat juga diartikan memberi pengharapan, maksudnya meskipun orang Islam melakukan dosa besar, ia tidak kafir dan tetap mukmin, bahkan di nerakapun ia tidak kekal[16]. Dalam versi yang lain, kemunculan Murji’ah ini merupakan kekhawatiran para sahabat akan terjadi sektarianisme dalam Islam, sehingga diperlukan pemahaman yang menunda urusan dosa besar demi menjaga persatuan dan kesatuan ummat Islam[17].
B. Sekte - sekte
1. Khawārij
Mayoritas komunitas khawārij berasal dari orang – orang arab badui[18], sedangkan bagi mereka agama hanya sekedar saja yang terbesit di dalam hati sebagaimana Allāh berfirman dalam al – Qur’ān surat at – Taubah ayat: 97 (orang – orang badui itu lebih sangat kekafirannya dan kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum – hukum yang diturunkan Allāh kepada Rasūl-Nya. Dan Allāh maha mengetahui lagi maha bijaksana)[19].
Dengan letak geografis yang gersang, tandus, tidak suka dengan perubahan, suka merebut hak orang lain, lebih mengutamakan otot dari pada akal[20] – meskipun sebagian dari mereka ada yang beriman (Q.S. 9 : 99) –membentuk pola fikir yang sangat sederhana dalam memahami Islam sehingga dapat dikatakan mereka pemahaman mereka masih terbatas pada tekstualis dengan kata lain iman yang tebal tapi sempit pikiran[21]. Maka wajar jika dalam perkembangannya Khawārij terpecah menjadi banyak kelompok / sekte.
1) Al – Muhakkimah
Al – muhakkimah adalah kelompok khawārij pertama, yakni orang – orang yang ada dalam pasukan / pengikut Ali yang kemudian meninggalkan Ali ketika peristiwa arbitrase berlngsung[22] kemudian berkumpul di Harura. Mereka menganggap Ali dan yang berseteru telah meninggalkan hukum Allāh serta menggantinya dengan hukum manusia[23] sehingga dalam pandangan mereka Ali bin Abi Tholib, Mu’awiyah, ’Amr bin al – ’As, Abu Musya al – Asy’ari serta orang – orang yang terlibat di dalamnya dianggap kafir. Pemimpin – pemimpin mereka adalah Abdullāh bin al Kawa, Utab bin al A’war, Abdullāh bin Wahab al Rasiby.
2) Al – Azariqah
Nama ini diambil dari Nafi Ibnu Al-Azraq, pemimpin utamanya, yang memiliki pengikut sebanyak dua puluh ribu orang. Di kalangan para pengikutnya, Nafi digelari “amir al-mukminin”. Golongan al-azariqoh dipandang sebagai sekte yang besar dan kuat di lingkungan kaum Khawarij.
Dalam pandangan teologisnya, Al-Azariqoh tidak menggunakan term kafir, tetapi menggunakan term musyrik atau politeis. Yang dipandang musyrik adalah semua orang yang tidak sepaham dengan ajaran mereka. Bahkan, orang Islam yang tidak ikut hijrah kedalam lingkungannya, dihukumkan musyrik.
Karena kemusyrikannya itu, kaum ini membolehkan membunuh anak-anak dan istri yang bukan golongan Al-Azariqoh. Golongan ini pun membagi daerah kekuasaan, yakni “dar al-Islam” dan “dar al-kufur”. Dar al-Islam adalah daerah yang dikuasai oleh mereka, dan dipandang sebagai penganut Islam sebenarnya. Sedangkan Dar al-Kufur merupakan suatu wilayah atau negara yang telah keluar dari Islam, karena tidak sefaham dengan mereka dan wajib diperangi.
3) Al-Ibadiah
Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat dari seluruh sekte Khawarij. Nama golongan ini diambnil dari Abdullah Ibnu Ibad, yang pada tahun 686 M. memisahkan diri dari golongan Al-Azariqoh.
Adapun faham-fahamnya yang dianggap moderat itu, antara lain :
Orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukan pula musyrik, tetapi kafir. Orang Islam demikian, boleh mengadakan hubungan perkawinan dan hukum waris. Syahadat mereka diterima, dan membunuh mereka yang tidak sefaham dihukumkan haram.
Muslim yang melakukan dosa besar masih dihukumkan ‘muwahid’, meng-esa-kan Tuhan, tetapi bukan mukmin. Dan yang dikatakan kafir, bukanlah kafir agama, tetapi kafir akan nikmat. Oleh karenanya, orang Islam yang melakukan dosa besar tidak berartyi sudah keluar dari Islam.
Harta kekayaan hasil rampasan perang yang boleh diambil hanyalah kuda dan senjata. Sedangkan harta kekayaan lainnya, seperti emas dan perak, harus dikembalikan kepada pemiliknya.
2. Murji’ah
Kaum Murji’ah pecah menjadi beberapa golongan kecil. Namun, pada umumnya Aliran Murji’ah menurut Harun Nasutuion, terbagi kepada dua golongan besar, yakni “golongan moderat” dan “golongan ekstrim”[24].
Kelompok ekstrim dalam Murji’ah terbagi menjadi empat kelompok besar, yaitu :
1. Al-Jahmiyah, kelompok Jahm bin Syahwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada tuhan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan kufur itu bertempat di dalam hati bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.
2. Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui tuhan, sedangkan kufur tidak tahu tuhan. Sholat bukan merupakan ibadah kepada Allah, yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya dalam arti mengetahui tuhan. Begitu pula zakat, puasa dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.
3. Yumusiah dan Ubaidiyah, melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan jahat yang dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan. Dalam hal ini Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat, banyak atau sedikit tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik.
4. Hasaniyah, jika seseorang mengatakan “saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini”, maka orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir[25].
C. Pokok Dan Dasar Serta Perbandingan Pemikiran Teologi tentang Konsep Iman dan Kepemimpinan
1. Khawarij
Pada masa sebelum terjadinya perpecahan di kalangan Khawarij, mereka memiliki tiga pokok pendirian yang sama, yakni : Ali, Usman, dan orang-orang yang ikut dalam peperangan serta orang-orang yang menyetujui terhadap perundingan Ali dan Muawiyah, dihukumkan orang-orang kafir.
Selain pemikiran-pemikiran politis yang berimplikasi teologis, kaum Khawarij juga memiliki pandangan atau pemikiran (doktrin-doktrin) dalam bidang sosial yang berorientasi pada teologi, sebagaimana tercermin dalam pemikiran-pemikiran sebagai berikut :
1. seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim, sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis lagi, mereka menganggap seorang muslim bisa menjadi kafir apabila tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula.
2. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka, bila tidak ia wajib diperangi karena dianggap hidup di negara musuh, sedangkan golongan mereka dianggap berada dalam negeri islam,
3. Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng,
4. Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk kedalam surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk neraka),
5. Amar ma’ruf nahi munkar,
6. Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari tuhan,
7. Qur’an adalah makhluk,
8. Memalingkan ayat – ayat Al-Qur’an yang bersifat mutasyabihat (samar).
Bila dianalaisis lebih mendalam, ternyata doktrin yang dikembangkan oleh kaum Khawarij dapat dikategorikan kedalam tiga kategori, yakni politik, teologi, dan sosial[26]. Dari ketiga doktrin tersebut, doktrin sentral aliran Khawarij adalah terletak pada bidang politik. Hal ini terbukti bahwa mereka memiliki pemikiran yang radikal dalam bidang politik. Namun, dari sifat yang radikal tersebut membuat mereka menjadi fanatik dalam manjalankan agama. Sehingga dapat dikatakan bahwa orang Khawarij adalah orang yang bersifat keras dalam menjalankan ajaran agama. dapat diasumsikan pula bahwa orang Khawarij cenderung berwatak tekstualis yang menjadikan mereka menjadi bersifat fundamentalis. Namun berbeda pada pemikiran di bidang sosial, pemikiran yang cenderung bersifat tekstual dan fundamentalis cenderung tidak terasa. Jika teologis seperti ini benar-benar merupakan pemikiran Khawarij, maka dapat dismpulkan bahwa kaum ini adalah kaum yang berasal dari orang yang baik-baik. Hanya saja keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas yang pendapat dan pemikirannya diabaikan bahkan dikucillkan oleh para penguasa yang membuat mereka menjadi bersikap ekstrim[27].
Diantara doktrin-doktrin pokok Khawarij adalah berikut ini:
1. Khalifah atau Imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam,
2. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab,
3. Khalifah dipilih secara permanent selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syari’at islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau ia melakukan kezaliman[28].
4. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa khalifahannya, Usman dianggap telah menyeleweng,
5. Khalifah Ali adalah sah tetapi stelah terjadi arbitrase (takhim), Ia dianggap telah menyeleweng,
6. Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asyari juga telah dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir,
7. Pasukan perang jamal yang melawan Ali juga kafir[29].
8. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang sangat anarkis lagi mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula,
9. Setiap Muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi,
10. Seseorang harus menghindar dari pimipinan yang menyeleweng,
11. Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga dan orang jahat masuk neraka),
12. Amar ma’ruf nahi mungkar
13. Memalingkan Ayat-ayat Al-Qur’an yang mutasabihat (samar),
14. Manusia bebas mengutuskan perbuatannya dari tuhan,
2. Murji’ah
Doktrin-doktrin aliran Murji’ah bisa diketahui dari makna yang terkandung dalam “murji’ah” dan dalam sikap netralnya. Pandangan “netral” tersebut, nampak pada penamaan aliran ini yang berasal dari kata “arja’a”, yang berarti “orang yang menangguhkan”, mengakhirkan dan “memberi pengharapan”. Menangguhkan berarti “menunda soal siksaan seseorang ditangan Tuhan, yakni jika Tuhan mau memaafkan, dia akan langsung masuk surga. Jika sebaliknya, maka akan disiksa sesuai dengan dosanya.
Istilah “memberi harapan” mengandung arti bahwa, orang yang melakukan maksiat padahal ia seorang mukmin, imannya masih tetap sempurna. Sebab, perbuatan maksiat tidak mendatangkan pengaruh buruk terhadap keimanannya, sebagaimana halnya perbuatan taat atau baik yang dilakukan oleh orang kafir, tidak akan mendatangkan faedah terhadap kekufurannya. Mereka “berharap” bahwa seorang mukmin yang melakukan maksiat, ia masih dikatakan mukmin.
Berdasarkan itu, maka inti faham atau doktrin-doktrin Murji’ah adalah sebagai berikut :
1. Iman ialah mengenal Allah dan Rasulnya, barangsiapa yang tidak mengenal bahwa “tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad sebagai Rasul-Nya”, ia mukmin sekalipun melakukan dosa.
2. Amal perbuatan bukan merupakan bagian dari iman, sebab iman adanya dalam hati. Sekalipun melakukan dosa besar, tidaklah akan menghapus iman seseorang, tetapi terserah Allah untuk menentukan hukumnya.
Abdul Rozak dan Rasihon Anwar dalam bukunya mengatakan bahwa gagasan irja banyak diaplikasikan kedalam bidang politik dan teoligi. Dalam bidang politik kaum Murji’ah banyak dikenal sebagai The Queietists (kelompok bungkam) karena sikap netral mereka pada permasalahan politik dan sikap mereka yang selalu diam dalam persoalan politik.
Dalam bidang teologi, pemikiran mereka cenderung mengacu kepada permasalahan iman, kufur, dosa besar, dosa ringan, tauhid, tafsir Al-Qur’an, eskatologi, pengampunan atas dosa besar, kemaksuman nabi, ada yang kafir di generasi awal islam, tobat, hakekat Al-Qur’an, nama dan sifat Allah, serta ketentuan tuhan.
Berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Watt merincinya sebagai berikut :
1. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Mu’awiyah hingga Allah memutuskan di akherat kelak.
2. Penangguhan Ali untuk menduduki rangking ke empat dalam peringkat Al-Khalifa Ar-Rasyidin.
3. Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
4. Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (madzhab) para skeptis dan empiris dari kalangan Helenis[30].
Sementara itu Harun Nasution menyebutkan, bahwa Murji’ah memiliki empat ajaran pokok, yaitu :
1. Menunda hukuman atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
2. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
3. Meletakkan (pentingnya) iman dari amal.
4. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah[31].
Sementara itu Abu ‘a’la Al-Maududi menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu:[32]
1. Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal dan perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan melakukan dosa besar.
2. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman dihati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan mudharat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya menjauhkan diri dari syirik dan mati dam keadaan akidah tauhid.
D. Penutup
Ada faham yang sangat fundamental dari kaum Khawarij yang timbul dari watak idealismenya, yaitu penolakan mereka atas pandangan bahwa amal soleh merupakan bagian essensial dari iman. Oleh karena itu, para pelaku dosa besar tidak bisa lagi disebut muslim, tetapi kafir. Demikian pula halnya, dengan latar belakang watak dan karakter kerasnya, mereka selalu melancarkan jihad (perang suci) kepada pemerintah yang berkuasa dan masyarakat pada umumnya.
Sebenarnya, menurut pandangan Khawarij, bahwa keimanan itu tidak diperlukan jika masyarakat dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Namun demikian, karena pada umumnya manusia tidak bisa memecahkan masalahnya, kaum Khawarij mewajibkan semua manusia untuk berpegang kepada keimanan, apakah dalam berfikir, maupun dalam segala perbuatannya. Apabila segala tindakannya itu tidak didasarkan kepada keimanan, maka konsekwensinya dihukumkan kafir.
Faham aliran Murji’ah bisa diketahui dari makna yang terkandung dalam “murji’ah” dan dalam sikap netralnya. Pandangan “netral” tersebut, nampak pada penamaan aliran ini yang berasal dari kata “arja’a”, yang berarti “orang yang menangguhkan”, mengakhirkan dan “memberi pengharapan”. Menangguhkan berarti “menunda soal siksaan seseorang ditangan Tuhan, yakni jika Tuhan mau memaafkan, dia akan langsung masuk surga.
Jika sebaliknya, maka akan disiksa sesuai dengan dosanya.
Istilah “memberi harapan” mengandung arti bahwa, orang yang melakukan maksiat padahal ia seorang mukmin, imannya masih tetap sempurna. Sebab, perbuatan maksiat tidak mendatangkan pengaruh buruk terhadap keimanannya, sebagaimana halnya perbuatan taat atau baik yang dilakukan oleh orang kafir, tidak akan mendatangkan faedah terhadap kekufurannya. Mereka “berharap” bahwa seorang mukmin yang melakukan maksiat, ia masih dikatakan mukmin.
Berdasarkan itu, maka inti faham Murji’ah adalah sebagai berikut :
Iman ialah mengenal Allah dan Rasulnya, barangsiapa yang tidak mengenal bahwa “tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad sebagai Rasul-Nya”, ia mukmin sekalipun melakukan dosa.
Amal perbuatan bukan merupakan bagian dari iman, sebab iman adanya dalam hati. Sekalipun melakukan dosa besar, tidaklah akan menghapus iman seseorang, tetapi terserah Allah untuk menentukan hukumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Siradjuddin, I’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2006)
A. Hasjmi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979)
Al – Ghurabi, Ali Musthofa, Tarikh al Riraqal Islamiyah wa Nasy’atu ‘Ilmi Kalami inda al muslimin (Maktabah wa Mathba’ah Muhammad Ali Shabih wa auladuhu), (Mesir : Haidan al Azhar, Cet II 1985)
Al-Maududi, Abul A’la, Al-Khalifah wa Al-Mulk, terj. Muhammad Albaqir, Mizan, Bandung, 1994.
Al – Qur’ān dan terjemahnya (revisi terbaru), (Semarang: Asy – Syifa’, 1998)
Ali, Syeef Ameer, Api Islam, (Jakarta: PT. Pembangunan, 1967)
Hitti, Philip K., History of The Arabs: From The Earliest times to The Present, terj., (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010)
Izutsu, Toshihiko, Konsep Kepercayaan dalam Teologi Islam: Analisis Semantik Iman dan Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994)
Majid, Nurkhalis, Khajanah Intelektual Islam, Bulan Bintang, cet.2, Jakarta: 1985
Nasution, Harun, Teologi Islam (Aliran- aliran, Sejarah, Analisa, Perbandingan), (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2002)
Nata, Abuddin, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf (Dirasah Islamiyah IV), (Jakarta: LSIK, 1993)
Munawwir, A. W., al Munawwir (Kamus Arab – Indonesia), (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997)
[1] Harun Nasution, Teologi Islam (Aliran- aliran, Sejarah, Analisa, Perbandingan), (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2002), hlm. 3
[2] Harun Nasution, hlm. 5
[3] A. Hasjmi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 72-73
[4] Syeef Ameer Ali, Api Islam, (Jakarta: PT. Pembangunan, 1967), hlm.158 Cet. II,
[5] Abuddin Nata, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf (Dirasah Islamiyah IV), (Jakarta: LSIK, 1993), hlm. 7
[6] Harun Nasution, hlm.7
[7] Dalam kajian yang dilakukan oleh Weelhausen (Das arabische Reich und sein Sturz, Berlin, 1902, bab II) yang kemudian dilanjutkan oleh Père Lammens (Études sur le regne du calife omaiyade Mo’âwiya ler, Beirut: 1907, bab VII) dikemukakan bahwa, pemahaman yang selama ini kita ketahui merupakan riwayat – riwayat yang bersumber dari kelompok Irak yang berkembang pada dinasti Abbasiyah (musuh dinasti umayyah). Dalam pandangannya, bisa jadi, kedua utusan – arbitor – memang sepakat bahwa masing – masing dijatuhkan dalam kekhalifahan, sehingga pihak Ali bin Abu Tholib menjadi pihak yang kalah karena Ali sebagai Khalifah resmi harus turun dari jabatannya sedangkan Mu’awiyah turun jabatan sebagai khalifah yang masih direbutnya. Hal ini menjadikan Ali dan Mu’awiyah mempunyai kedudukan / derajat yang sama. (lihat: Philip K. Hitti, History of the Arabs, terj. Jakarta: serambi, 2010M, bab X)
[8] A. W. Munawwir, al Munawwir (Kamus Arab – Indonesia), (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hlm. 329
[9] A. W. Munawwir, hlm. 330
[10] Ali Musthofa al – Ghurabi, Tarikh al Riraqal Islamiyah wa Nasy’atu ‘Ilmi Kalami inda al muslimin (Maktabah wa Mathba’ah Muhammad Ali Shabih wa auladuhu), (Mesir : Haidan al Azhar, Cet II 1985), hlm. 264
[11] Harun Nasution, hlm. 13
[12] Al – Qur’ān dan terjemahnya (revisi terbaru), (Semarang: Asy – Syifa’, 1998), hlm. 137
[13] Harun nasution, hlm. 13
[14] Al – Qur’ān, hlm. 50
[15] Siradjuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2006), hlm. 93
[16] Harun Nasution, hlm 24 – 25
[17] Abdul Rozak, 56
[18] Harun Nasution, hlm. 15
[19] Al – Qur’ān, hlm 296
[20] Philip K. Hitti, History of The Arabs: From The Earliest times to The Present, terj., (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010), hlm. 28 – 36.
[21] Harun Nasution, hlm. 15
[23] Toshihiko Izutsu, Konsep Kepercayaan dalam Teologi Islam: Analisis Semantik Iman dan Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), hlm. 13.
[24] Abdul Razak hlm. 60
[25] Abdul Razak hlm. 61
[26] Abdul Razak hlm. 52
[27] Abdul Razak hlm. 54
[28] Harun Nasution Teologi Islam, hal 12
[29] Nurkhalis Majid, Khajanah Intelektual Islam, Bulan Bintang, cet.2, Jakarta: 1985, hal.12
[30] Abdul Razak hlm. 58
[31] Abdul razak hlm. 59
[32] Abul A’la Al-Maududi, Al-Khalifah wa Al-Mulk, terj. Muhammad Albaqir, Mizan, Bandung, 1994, hlm. 279-280